Tuesday, January 12, 2021

Kedelai Lokal Ternyata Lebih Gurih daripada Impor, tapi | PT Rifan Financindo

PT Rifan Financindo - Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mengatakan pada November 2020 lalu kebutuhan kedelai nasional mencapai sekitar 2-3 juta ton per tahun. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan (Kemendag), 90% dari kebutuhan kedelai nasional dipasok oleh kebutuhan impor, dan hanya 10% sisanya yang dipasok oleh kedelai lokal.

Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) Aip Syarifuddin mengatakan, produksi kedelai lokal dalam setahun hanya mencapai sekitar 300.000 ton. Hasil produksi itu pun langsung diserap oleh para perajin tahu dan tempe.

"Kedelai lokal yang 300.000 ton produksinya itu satu tahun, itu diserap oleh kami, perajin tempe dan tahu," kata Aip kepada detikcom, Selasa (12/1/2021).

Ia memaparkan, produksi kedelai hanya ada di segelintir wilayah di Indonesia seperti Bogor dan Sulawesi. Oleh sebab itu, kedelai tersebut hanya diserap oleh perajin tahu dan tempe setempat.

"Jadi di mana itu ada kedelai lokal ditanam, di situ diambil. Misalnya di Cianjur, di Bogor yang dekat. Kalau di Sulawesi, diambil oleh perajin setempat. Karena kalau diangkut ke Jakarta semua repot ongkosnya. Jadi diserapnya di lokasi di mana ia ditanam," ungkap Aip.

Perajin tahu dan tempe, terutama di kawasan yang tak memiliki petani kedelai memang dipasok sepenuhnya dari importir. Meski begitu, menurut Aip sebenarnya kedelai lokal jauh lebih gurih dan enak untuk dikonsumsi. Dari sisi gizi pun lebih tinggi kedelai lokal daripada impor.

"Kalau kedelai lokal jauh lebih bagus dipakai untuk tahu. Lebih gurih, lebih harum, lebih enak. Dan dimasaknya lebih cepat matang, karena masih fresh, kulitnya masih tipis, belum keras. Dan gizinya lebih tinggi dibandingkan kedelai impor. Itu Sucofindo dan IPB yang menyatakan dari hasil laboratorium. Untuk tempe bagus juga, sama," terang Aip.



Sumber: Finance.detik

PT Rifan Financindo

No comments:

Post a Comment