Thursday, August 12, 2021

Para Ahli Nilai MA Tak Pahami HAM karena Hapus SKB Seragam Sekolah | PT Rifan Financindo

 


PT Rifan Financindo   -  Mahkamah Agung (MA) membatalkan surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri yang menghapus kewajiban siswa memakai seragam sekolah yang menjurus ke keyakinan tertentu. Menurut para ahli, MA telah gagal memahami hak asasi manusia (HAM) secara komprehensif.

"Mahkamah Agung Republik Indonesia belum memahami, mempertimbangkan dimensi HAM, khususnya kebebasan beragama secara tepat dan komprehensif," kata ahli hukum dari Universitas Muhammadiyah Malang, Cekli Setya Pratiwi.

Hal itu disampaikan dalam diskusi 'Sidang Eksaminasi Publik Putusan Mahkamah Agung' yang digelar Komnas Perempuan secara virtual, Kamis (12/8/2021). Putusan yang dimaksud adalah Putusan Nomor 17 P/HUM/2021 tentang Uji Materiil atas Surat Keputusan Bersama 02/KB/2021 Nomor 025-199 Tahun 2021 dan Nomor 219 Tahun 2021 tentang Pengaturan Busana di Lingkungan Pendidikan.

"Pengadilan yang memegang tanggung jawab HAM tidak menjalankan, tidak menghormati, tidak memenuhi, bahkan belum menjalankan perannya, yaitu kepastian dan perlindungan hukum," ujar Cekli.

Cekli juga menyoroti sidang di MA yang berjalan tertutup. Para pihak tidak diundang dalam sidang untuk memberikan dan memaparkan argumennya kepada para hakim agung. Hal itu membuat proses putusan tidak transparan.

"Pemeriksaan berkas tidak memberikan kesempatan para pihak untuk membuktikan bahwa dampak kekerasan di sekolah terkait pemaksaan kebijakan berdampak buruk pada anak," ujar Cekil.

Putusan MA itu juga membuat Ketua Dewan Pengurus Cahaya Guru, Henny Supolo, menjadi gagal paham. Di satu sisi MA berharap agar anak didik menjadi cerdas, tetapi mewajibkan anak didik memakai seragam tertentu malah menjadi sebaliknya.

"Kewajiban berjilbab, pembenaran tidak mencerdaskan peserta didik, bahkan cenderung meniadakan sebagian perkembangan anak yang justru sangat penting. Membiasakan anak memilih akan menumbuhkembangkan potensi kepemimpinan berkaitan dengan kemandirian," ujar Henny.

Adapun ahli hukum dari UGM, Sri Wiyanti Eddyono, menyatakan putusan MA tersebut secara sosiologi menguatkan politisasi agama yang menggunakan dan mengontrol tubuh perempuan sebagai sandaran moral dan agama tidak dijadikan pertimbangan.

"Berbagai bentuk pelanggaran hak anak, hak perempuan, hak kelompok minoritas, dan hak pemeluk agama Islam sendiri tidak dipertimbangkan," cetus Sri.

Sebelumnya, MA memerintahkan pemerintah mencabut SKB 3 menteri soal seragam sekolah ini pada Mei 2021. Salah satu alasannya bertentangan dengan UU Sistem Pendidikan Nasional. Perkara nomor 17 P/HUM/2021 itu diketok pada 3 Mei 2021. Duduk sebagai ketua majelis Yulius dengan anggota Is Sudaryono dan Irfan Fachruddin. Berikut alasan putusan yang disampaikan juru bicara MA Andi Samsan Nganro:

Kewenangan MA:

Bahwa objek permohonan keberatan hak uji materiil berupa keputusan bersama tiga menteri (in casu Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia dan Menteri Agama Republik Indonesia, Nomor 02/KB/2021, Nomor 025-199 Tahun 2021, Nomor 219 Tahun 2021 tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut Bagi Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang Diselenggarakan Pemerintah Daerah Pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah).

Bahwa objek permohonan keberatan hak uji materiil a quo dapat digolongkan sebagai peraturan perundang-undangan yang materi/substansinya dapat diuji oleh Mahkamah Agung;
Kedudukan Hukum:

Bahwa Pemohon adalah Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatera Barat.

Bahwa secara formal Pemohon mempunyai kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan keberatan hak uji materiil karena unsur dalam ketentuan Pasal 31A ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 sudah terpenuhi;

Pokok Permohonan:

Bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan hukum tersebut di atas, maka objek permohonan keberatan hak uji materiil patut untuk dikabulkan;

Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut Mahkamah Agung berpendapat Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia dan Menteri Agama Republik Indonesia, Nomor 02/KB/2021, Nomor 025-199 Tahun 2021, Nomor 219 Tahun 2021 tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut Bagi Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang Diselenggarakan Pemerintah Daerah Pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, tanggal 3 Februari 2021 bertentangan dengan Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 1 angka 1 dan 2 Undang-Undang No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Pasal 1 angka 1 dan angka 2, Pasal 3, dan Pasal 12 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Oleh karenanya permohonan keberatan hak uji materiil dari Pemohon harus dikabulkan dan peraturan objek hak uji materiil berupa Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia dan Menteri Agama Republik Indonesia, Nomor 02/KB/2021, Nomor 025-199 Tahun 2021, Nomor 219 Tahun 2021 tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut Bagi Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang Diselenggarakan Pemerintah Daerah Pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, tanggal 3 Februari 2021 harus dibatalkan sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Adapun Kemendikbud-Ristek menegaskan pihaknya menghormati putusan tersebut.

"Kemendikbud-Ristek menghormati putusan Mahkamah Agung dan saat ini tengah mempelajari putusan yang dimaksud," kata Dirjen PAUD Dikdasmen Kemendikbud-Ristek Jumeri dalam keterangannya, Jumat (7/5).


Sumber: news.detik

PT Rifan Financindo 

No comments:

Post a Comment