Tuesday, October 8, 2019

Cadangan Devisa Indonesia dan China Anjlok, Ada Apa Ini? | PT Rifan Financindo

Foto: Muhammad Ridho

PT Rifan Financindo  -  Kemarin, beberapa negara termasuk Indonesia merilis data cadangan devisa. Hasilnya, ada penurunan yang menyisakan sedikit kekhawatiran terhadap daya tahan eksternal negara-negara tersebut.

Bank Indonesia (BI) melaporkan cadangan devisa Indonesia per akhir September sebesar US$ 124,32 miliar. Turun lumayan dalam, yaitu US$ 2,12 miliar dibandingkan bulan sebelumnya. Ini menjadi penurunan pertama dalam tiga bulan terakhir.




"Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 7,2 bulan impor atau tujuh bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor. Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," sebut keterangan tertulis BI.

Menurut MH Thamrin, penurunan cadangan devisa pada September terutama dipengaruhi oleh kebutuhan pembayaran utang luar negeri pemerintah dan berkurangnya penempatan valas perbankan di bank sentral. Sepanjang Januari-Agustus, pemerintah membayar bunga utang sebesar Rp 172,42 triliun, naik 6,25% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Sementara penempatan valas perbankan di BI menurun bisa jadi karena penurunan suku bunga acuan. Sejak awal tahun, BI sudah menurunkan suku bunga acuan sebanyak tiga kali. Penurunan suku bunga acuan membuat keuntungan yang didapat dari menyimpan dana di BI menjadi ikut terkoreksi.


Gara-gara Amnesti Pajak?


Gara-gara Amnesti Pajak?
Putera Satria Sambijantoro, Ekonom Bahana Sekuritas, berpandangan penurunan cadangan devisa disebabkan oleh tingginya permintaan valas dari dalam negeri. Ini menimbulkan pertanyaan, apakah ada kaitannya dengan holding period program Amnesti Pajak (Tax Amnesty/TA)?

TA dilaksanakan pada Juni 2016 hingga Maret 2017. Hasilnya adalah, total aset yang dideklarasikan sebesar Rp 4.881 triliun. Jumlah tersebut terdiri dari deklarasi dalam negeri Rp 3.697,94 triliun, deklarasi luar negeri Rp 1.036,37 triliun, dan dana repatriasi Rp 146,69 triliun.

Repatriasi adalah dana yang dibawa kembali dan ditaruh di dalam negeri. Nah, dana ini hanya wajib ditempatkan di Indonesia (holding period) selama tiga tahun. Sebagian besar holding period dana repatriasi TA habis tahun ini.

"Dari total sekitar Rp 146 triliun itu, Rp 130 triliun masuk pada periode pertama TA yaitu Juli-September 2019. Jadi ada kemungkinan berakhirnya lock-up period TA menjadi penyebab outflows," sebut Satria dalam risetnya.

Namun, Satria menegaskan bahwa risiko arus modal keluar akibat selesaikan masa iddah TA tidak terlalu signifikan. Nilainya tidak terlalu signifikan dibandingkan dengan total aset yang dideklarasikan yaitu Rp 4.881 triliun.


Cadangan Devisa China Juga Anjlok
Penurunan cadangan devisa juga terjadi di China. Pada akhir September, cadangan devisa Negeri Tirai Bambu tercatat US$ 3,09 triliun. Turun cukup dalam yaitu US$ 14,8 miliar dibandingkan bulan sebelumnya, dan menjadi koreksi bulanan terdalam dalam 25 tahun terakhir.



Menurut regulator, penurunan ini disebabkan oleh upaya stabilisasi nilai tukar yuan. Bank Sentral China setiap hari mengumumkan nilai tengah yuan, mata uang itu hanya diperkenankan melemah atau menguat maksimal 2% dari titik tengah.


Sepanjang September, yuan menguat tipis 0,09% secara point-to-point. Cara untuk menjaga yuan tetap stabil seperti ini adalah dengan penggunaan cadangan devisa.



"Ke depan, ketidakpastian di perekonomian global dan pasar keuangan akan meningkat. Perekonomian global melambat, dan proteksionisme meningkat. Volatilitas di pasar keuangan juga bertambah," sebut keterangan resmi regulator cadangan devisa China, seperti dikutip dari Reuters.

Pelajaran yang bisa dipetik dari penurunan cadangan devisa di Indonesia dan China adalah ketidakpastian masih ada dan sangat nyata. Entah itu karena faktor domestik maupun eksternal, pelaku ekonomi masih harus waspada.

Cadangan devisa adalah amunisi bank sentral untuk menjaga nilai tukar mata uang. Jika amunisi ini semakin terkuras, maka bisa membuat mata uang menjadi mudah 'diserang' oleh kekuatan asing.

Sumber: cnbcindonesia
PT Rifan Financindo

No comments:

Post a Comment