Tuesday, March 16, 2021

Mendag-Buwas Beda Suara soal Impor 1 Juta Ton Beras | PT Rifan Financindo

 PT Rifan Financindo  -   Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso atau yang akrab disapa Buwas membuka peluang batalnya impor 1 juta ton beras. Sebab, masih banyak beras impor yang belum terpakai sehingga turun mutunya.

Perum Bulog masih memiliki stok beras impor dari pengadaan tahun 2018 lalu. Adapun dari total pengadaan sebanyak 1.785.450 ton beras, masih tersisa 275.811 ton beras belum tersalurkan. Dari jumlah tersebut, 106.642 ton di antaranya merupakan beras turun mutu.

Kelebihan beras impor ini pun sudah dilaporkan Buwas kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Kami sudah lapor ke presiden saat itu, beras impor kami saat Maret tahun lalu (stoknya) 900 ribu ton sisa dari 1,7 juta ton, sekian juta ton beras impor, jadi sudah menahun kondisinya," ujar Buwas dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi IV DPR RI, Senin (15/3/2021).

Beras turun mutu itu, sambung Buwas sebenarnya masih layak pakai, akan tetapi harus dicampur dengan beras dalam negeri demi mempertahankan kualitas berasnya.

Namun, cara mencampur beras impor dan dalam negeri itu memerlukan waktu lebih panjang. Untuk itu, penyalurannya pun jadi lebih lambat. Penyebab lain, beras impor kurang terserap di masyarakat adalah karena rasanya kurang cocok di lidah orang Indonesia.

Sedikit berbeda dari Buwas, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi punya pandangan sendiri soal rencana impor 1 juta beras.

Menurut Lutfi, wacana impor 1 juta ton beras itu dikeluarkan pemerintah untuk menjaga ketersediaan beras. Sekaligus, untuk mencegah spekulen memainkan harga beras di lapangan. Sebab, berdasarkan pengalaman yang ada, jika terjadi kekurangan pasokan beras di dalam negeri, spekulan kerap memanfaatkan situasi ini untuk mencari untung, menaikkan harga sangat tidak wajar.

"Tidak boleh pemerintah ini didikte oleh pedagang, tidak boleh pemerintah dipojokkan oleh pedagang. Kita mesti punya strategi. Saya bilang ini bagian dari strategi memastikan harga stabil bukan menghancurkan harga petani," ujar Lutfi dalam Konferensi Pers secara virtual, Senin (15/3/2021).

Lagi pula, tugas impor beras itu, sambung Lutfi, tak mutlak harus dipenuhi Bulog sampai 100% atau sampai 1 juta ton. Bisa disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan akan beras ke depan seperti apa.

"Pokoknya saya ingatkan ini adalah mekanisme pemerintah, bukan berarti kami menyetujui suatu jumlah untuk impor, lalu serta merta itu diharuskan impor segitu. Tidak," tegasnya.

Seperti pada 2018 lalu, Lutfi mencontohkan, pemerintah sempat menyetujui impor beras 500.000 ton. Namun realisasinya justru nol, karena waktu itu Bulog fokus pada penyerapan petani sehingga tidak jadi mengimpor. Hal serupa bisa saja terjadi lagi tahun ini.

Selanjutnya, Lutfi menjelaskan tiga faktor yang bisa jadi tidaknya Indonesia mengimpor beras atau mempengaruhi jumlah yang akan diimpor.

Pertama, dilihat dari realisasi dari prediksi produksi beras 2021. Produksi beras masih mungkin terpengaruh oleh faktor cuaca sehingga realisasinya bisa saja menjadi lebih rendah dari yang diprediksikan. Bila hal ini terjadi, maka Indonesia terpaksa mengimpor.

Kedua, faktor harga. Lutfi menjelaskan andai kata realisasi produksi baik, tetapi harga terus merangkak naik, maka mau tidak mau pemerintah wajib mengambil tindakan stabilisasi.

Ketiga, jika diperlukan penugasan khusus. Misal Bulog ditugaskan melakukan operasi pasar atau memasok kebutuhan beras bagi bantuan selama PPKM.


Sumber: news.detik

PT Rifan Financindo

No comments:

Post a Comment