Friday, June 7, 2019

Tari Undokai dan Sengatan Matahari Jepang di Akhir Ramadhan | PT Rifan Financindo

PT Rifan Financindo - Akhir Ramadhan di Jepang adalah awal musim panas dan jadi ujian kesabaran berpuasa. Warga Jepang menyambut hawa panas ini dengan tarian Undokai.

Tantangan Ramadhan di Negeri Sakura yang pertama lebih ke durasi puasa. Pada akhir musim semi ini, matahari di Jepang tenggelam sekitar pukul 19.00 sehingga seringnya merasa jetlag dengan lama waktu puasa. Sementara di Indonesia terbiasa berbuka pukul 18.00, di tanah rantau ini harus bersabar dulu kurang-lebih satu jam.

Sengatan matahari di akhir musim semi dan mendekati musim panas ini juga cukup membuat ubun-ubun nyut-nyutan. Walau suhu masih berkisar 30 derajat Celsius, rasa panasnya lebih terasa nyelekit di kulit. Terlebih di minggu keempat bulan Mei, sekolah-sekolah di Jepang sedang menggelar acara tahunan yang dikenal dengan istilah Undokai. 

Undokai atau semacam festival olahraga digelar di setiap TK, SD. SMP, dan SMA. Dalam Undokai ini, peran orang tua adalah menemani dan menyemangati sang anak saat berkolaborasi dengan teman-temannya. Bisa terbayangkan, menjalani Ramadhan bersamaan dengan kegiatan lari, menari, dan semacamnya di tengah lapangan yang terik? 

Tari Undokai dan Sengatan Matahari Jepang di Akhir RamadhanAnak-anak Jepang dan tradisi Undokai (Alvika Hening Perwita/Istimewa)
Dalam Undokai juga ada sesi makan bento bersama pada saat jam istirahat. Melihat kawan-kawan lahap memakan bento, tentu juga menjadi ujian kesabaran selanjutnya. 

Walaupun lama waktu puasa, juga cuaca terkadang menjadi tantangan tersendiri, semangat Ramadhan ini perlu dibakar kembali dengan mencari komunitas sesama muslim. Di Prefektur Fukuoka tempat kami tinggal, ada Al-Nour Islamic Culture Center. Letaknya cukup strategis, sekitar 300 meter dari Stasiun Hakozaki. 

Masjid yang didirikan pada 2009 ini terdapat empat lantai. Lantai basementuntuk dapur dan aula jemaah laki-laki. Lantai satu untuk salat jemaah laki-laki. Lantai dua untuk salat jemaah perempuan. Lantai empat untuk dapur dan aula jemaah perempuan.

Masjid juga menjadi sarana untuk bernostalgia kuliner negara asal. Dalam sajian iftar biasanya mewakili makanan khas dari suatu negara. Namun jangan harapkan berbuka dengan menu lengkap yang khas seperti di Indonesia. Keterbatasan tinggal di tanah rantau menjadikan diri tetap semangat mencari solusi. Jangan mengharapkan sesuatu yang tak pernah ada, namun selalu syukuri apa yang ada di depan mata.

Tari Undokai dan Sengatan Matahari Jepang di Akhir RamadhanAl-Nour Islamic Culture Center (Alvika Hening Perwita/Istimewa)
Di lingkungan masjid ini bisa ditemukan komunitas muslim dari beberapa negara di Timur Tengah, Asia Selatan, Asia Tengah, Eropa Timur, juga Afrika Utara. Komunitas ini bersatu, bekerja sama, bergantian menghidupkan masjid dengan melaksanakan iftar, juga salat Tarawih. Bukan hanya masyarakat muslim saja, nonmuslim bahkan warga Jepang yang tertarik dengan Islam dapat juga bergabung.

Bahkan masjid ini bisa berdampingan dengan tempat kremasi hewan, yang bagi masyarakat Jepang dianggap tempat yang sakral. Masjid ini letaknya tepat berhadapan dengan kremasi hewan, yang sering dijaga oleh polisi. Indahnya Islam, indahnya Ramadhan. 

*) Alvika Hening Perwita adalah warga Indonesia di Jepang, suaminya mahasiswa Kyushu University dan anggota PPI Fukuoka.
*) Artikel ini terselenggara atas kerja sama detikcom dengan Perhimpunan Pelajar Indonesia se-Dunia (PPI Dunia)

Sumber : travel.detik
PT Rifan Financindo

No comments:

Post a Comment