Wednesday, November 23, 2022

Masa Depan Bank Syariah: Tak Bisa Lagi Pakai Ancaman Masuk Neraka! | PT Rifan Financindo

PT Rifan Financindo   -  Bank syariah kini menjadi salah satu pilihan masyarakat untuk bertransaksi keuangan. Walaupun menjunjung tinggi prinsip-prinsip syariah, bank syariah juga harus mampu mengimbangi perkembangan zaman dan tidak ketinggalan dengan perbankan konvensional.

Karena itu, bank syariah juga harus bertransformasi agar tetap bisa melayani nasabah yang kebiasaan dan keinginannya terus berubah. Menjawab tantangan Bank Syariah bersaing dengan bank konvensional, detikcom kali ini mewawancarai Direktur Utama Bank Muamalat Indonesia, Achmad Kusna Permana. Berikut wawancara selengkapnya:


Bagaimana pandangan Anda tentang bank syariah di masa depan?

Kendala bank syariah dulu adalah penetrasi pasar. Kantor fisik bank, jadi oh saya (bank) tidak buka di sini. Harus ada aturan tertentu karena harus ada induknya dan sebagainya. Tapi sekarang, kita mendapat berkah yang sangat besar. Terutama untuk Bank Muamalat Indonesia, dengan adanya digitalisasi.



Pandemi kemarin itu, membuat bank syariah satu level dengan bank konvensional. Karena dengan digital sekarang BMI sudah bisa sampai ke ujung pelosok manapun. Dengan mobile banking, buka rekening lewat mobile banking itu semuanya sudah selesai.


Dulu OJK punya aturan, bank syariah harus punya beberapa cabang. Harus ada cabang ini dulu dan seterusnya. Ini yang membuat kendala berarti untuk bank syariah. Saat itu kantor fisik sangat menentukan apakah kita mau kompetisi dengan bank konvensional. Nah sekarang sudah tidak lagi. Istilahnya, elo (bank konvensional) bikin digital, kita (syariah) juga, kantor fisik bukan tren lagi. Orang sekarang konvensional juga sudah banyak yang tutup kantor cabang. Kita syariah juga sama. Bank Muamalat juga sama tutup cabang yang kurang perform dan bedanya cuma berapa puluh miliar ya sudah digabung saja. Sisanya pakai digital.



Berarti ke depan digital banking untuk syariah merupakan keniscayaan?

Benar, ke depan digital banking merupakan keniscayaan. Kita harus ke sana, walaupun tidak perlu berubah menjadi bank digital. Kebutuhan atas digitalisasi itu sudah mandatori dan semua harus sampai ke level itu.


Apa penyebabnya?

Karena sekarang bank syariah tidak bisa lagi promosi jualan hanya dengan mengandalkan kesyariahannya saja. Sudah lewat masa-masa itu dan terbukti stuck di situ. Jadi sekarang orang tidak bisa lagi diancam dengan riba, nanti masuk neraka. Sudah nggak bisa itu sekarang.


Lalu apa yang ditawarkan?

Nah yang kita tawarkan adalah, syariah sebagai sisi uniknya. Itu yang jadi pembeda dengan bank konvensional. Tapi kita juga ada sisi modernnya. Jadi dengan teknologi dan produk yang tidak kalah dengan bank konvensional.


Bahkan di BMI kita tambahkan valuenya. Kalau dulu BMI hanya dikenal dari satu sisi saja, syariah, atau bank syariah pertama itu tidak cukup. Maka value kita, kita tambahkan islami, modern dan profesional. Kalau dulu pakai peci sekarang tidak lagi. Sekarang nasabah itu tidak bisa ditakut-takutin. Makanya harus ada modern dan profesional. Nah di dalam modern itu ada digitalisasi.


Jadi ke depan untuk Indonesia bank syariah yang menjadi pembeda adalah faktor digitalisasi dan tidak fokus pada kantor fisik bank. Kedua komitmen dari pemerintah dengan adanya KNKS beberapa hal yang dibangun pemerintah serta komitmen BUMN untuk mengalokasikan portofolio dalam bentuk syariah, Bank Syariah Indonesia (BSI) sebagai anchor bank syariah dengan size aset hampir Rp 300 triliun, itu kan sekarang jadi anchor, sehingga bank syariah bisa berkembang.


Apa yang jadi pembeda dan potensi yang bisa digarap bank syariah?

Sekarang sudah banyak sekali jika dibandingkan dengan 5 tahun lalu. Mulai dari teknologi dan government commitment. Lebih dari situ yang paling fundamental adalah gaya hidup islami di masyarakat.


Coba lihat, semua orang sudah sangat memperhatikan islamic fashion. Kenapa fashionnya syariah lagi berkembang, halal food dan itu jadi market tersendiri dan sudah sangat syariah. Sekarang penetrasi digital begitu bagus. Government juga harusnya bisa catch up hal ini. Sekarang sudah nggak ada kendala lagi, walaupun isunya masih literasi. Kalau dulu kita masih di bawah 5%, sekarang sudah 9%. Literasi itu menjadi PR bersama.


Sekarang orang sudah terbiasa, sudah bisa mengambil pilihan. Kalau dulu bank syariah yang ditawarkan Mudarabah, Musyarakah dan sekarang tidak begitu lagi. Jualan bank syariah ya bank syariah, bukan tabungan Wadiah segala macam tidak ditonjolkan. Jadi menurut saya melihat ke depannya sudah sangat cerah. Terbukti BSI bisa melejit.


Jadi bank syariah itu tidak ketinggalan zaman?

Tidak, bisa dilihat mobile banking kita tidak kalah. Mulai dari tampilan sampai fitur. Coba mana ada bank syariah punya cafe model seperti ini. Saya tampilkan ini yang namanya gaya hidup. Kita di depan ada Asmaul Husna itu sisi syariahnya. Kita juga ada masjid yang bagus, tapi di sebelahnya ada tempat gym. Jadi islamic ada modern ada. Harus selalu seperti itu.


Supaya tidak kaku?

Benar, nggak kaku dan itu saya bawa sendiri. Kenapa saya ketika jadi CEO Muamalat harus pakai peci segala macam? Saya tetap sepedaan dan lari tiap minggu. Karena itu sisi lain yang harus dimiliki setiap orang. Kita pastikan bahwa kita murni syariah tapi ada sisi lain yang ditampilkan di cabang-cabang dan saya lakukan perubahan seperti ini.


Saling melengkapi dengan konvensional?

Ya saling melengkapi dan bagusnya sekarang ini ada produk syariah yang tidak bisa ditiru oleh bank konvensional. Tapi semua infrastruktur konvensional bisa disyariahkan. Opportunity-nya besar di sini, karena besar maka jadi PR kita. Bagaimana caranya menghadapi orang-orang yang apriori dengan bank syariah.


Masih banyak orang yang apriori dengan bank syariah?

Masih banyak, karena orang-orang apriori ini dikasih syariah model apapun akan bilang sama saja. Mereka nggak mau dengar, padahal ketika mau masuk ke bank syariah itu beda, beda banget.


Mereka ingin bank syariah itu tidak seperti konvensional. Jadi bank syariah itu tidak boleh nagih utang. Nah persepsi mereka sudah sampai di level itu. Kalau begitu bank apapun akan bangkrut kan. Syariah tetap mengedepankan sisi komersial mereka. Jadi anggapan syariah dan konvensional sama saja itu agak rumit. Kalau tidak komersial bagaimana mau untung.


Kan ada bahkan golongan masyarakat anti riba yang menyatakan ini sama saja riba. Jadi mereka nggak mau bayar cicilan, menurut saya itu alibi-alibi saja. Jadi kita jalan terus yang kita lakukan literasi sama-sama bahwa bank syariah itu fundamentalnya berbeda. Ada akad yang membedakan ini.



Sumber : Finance.detik

PT Rifan Financindo

No comments:

Post a Comment