Wednesday, November 16, 2022

Sejarah Ejaan Bahasa Indonesia, Tahun 2022 Kembali ke EYD | PT Rifan Financindo

PT Rifan Financindo   -  Ketika menuliskan kata atau kalimat, kita membutuhkan pedoman bagaimana huruf yang harus ditulis hingga bunyi bahasa seharusnya dilafalkan. Oleh karena itu, dibuatkan pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang berfungsi untuk membuat standar penulisan bahasa Indonesia.

Ejaan memiliki fungsi sebagai landasan pembakuan tata bahasa, pembakuan kosakata dan istilah, alat penyaring masuknya unsur-unsur bahasa lain ke dalam bahasa Indonesia, dan membantu memahami informasi bagi pembaca.

Kita tahu bahwa Ejaan Bahasa Indonesia telah mengalami beberapa kali perubahan, namun sudahkah kita tahu bagaimana sejarah ejaan bahasa Indonesia? Berikut penjelasannya.

Sejarah Ejaan Bahasa Indonesia

Mengutip buku Islam dalam Goresan Pena Budaya oleh Machasin, dkk (2019), ejaan bahasa Indonesia selalu mengalami perubahan seiring berkembangnya waktu. Perubahan tersebut terjadi sejak dari tahun 1901 hingga saat ini.

Sejak tahun 1901, ejaan masih dalam bahasa Melayu dan merupakan imbas dari gerakan pembaharuan ejaan pada abad ke-19. Saat itu, terdapat sebanyak 31 bahasa modern yang ejaannya juga diperbarui selain bahasa Indonesia.

Sejarah ejaan bahasa Indonesia dimulai saat penetapan Ejaan van Ophuijsen. Ejaan tersebut berisikan huruf-huruf Latin dengan sistem ejaan berdasarkan bahasa Belanda yang disusun oleh Charles A. Van Ophuijsen.

Van Ophuijsen adalah inspektur pendidikan bagi penduduk Sumatra yang pada 1896 ditugaskan oleh pemerintah kolonial Belanda merancang sistem ejaan dasar untuk dipakai dalam pengajaran.

Perubahan yang dilakukan oleh Charles A. Van Ophuijsen dibantu juga oleh Engku Nawawi dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Berkat adanya gerakan pembaharuan tersebut, bahasa Melayu yang awalnya menggunakan huruf Arab Melayu berubah menggunakan huruf Latin.

Penggunaan huruf Arab Melayu atau abjad Jawi digunakan sejak zaman Kerajaan Pasai dan menjadi tulisan resmi di negeri Melayu pada masa kolonialisme. Ejaan van Ophuijsen hanya berlaku hingga tahun 1947.

Keinginan untuk menyempurnakan ejaan Ophuijsen ini terdengar dalam Kongres Bahasa Indonesia I 1938 di Solo. Namun baru 9 tahun kemudian terwujud dalam sebuah Putusan Menteri Pengajaran Pendidikan dan Kebudayaan, 15 April 1947, tentang perubahan ejaan baru yang dikenal sebagai Ejaan Soewandi atau Ejaan Republik.

Disebut ejaan Soewandi karena penyusunnya adalah Mr. Raden Soewandi yang waktu itu menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan.

Perubahan paling mutakhir dilakukan pada 16 Agustus 2022 lalu ketika Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemendikbudristek mengeluarkan pedoman terbaru yang disebut Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan atau EYD.

EYD 2022 sebagai pedoman dalam penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar menggantikan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI).


Perubahan-perubahan yang pernah terjadi dalam ejaan bahasa Indonesia:


Ejaan Ophuijsen (1901)

Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi (1947-1956)

Ejaan Pembaharuan (1956-1961)

Ejaan Melindo (1961-1967)

Ejaan Baru/Lembaga Bahasa dan Kesusastraan (LBK) (1967-1972)

Ejaan yang Disempurnakan (EYD) (1972-2015)

Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) (2015-2022)

Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD)(2022)

Prinsip Dasar Perubahan Ejaan Bahasa Indonesia

Perubahan ejaan bahasa Indonesia tidak dilakukan begitu saja, melainkan terdapat beberapa alasan dan prinsip dasar untuk mengubahnya. Berikut beberapa prinsip dasar dalam perubahan ejaan bahasa Indonesia:


1. Kecermatan

Ejaan tidak boleh memiliki kontradiksi. Saat sebuah kata memiliki tanda fenom "n", maka fenom tersebut tidak boleh diganti dengan yang lain.


2. Kehematan

Ejaan seharusnya mempermudah pemakai bahasa untuk berkomunikasi. Misalnya pada ejaan van Ophuijsen, vokal oe diubah menjadi vokal u pada ejaan Soewandi.


3. Keluwesan

Keluwesan artinya, sebuah ejaan harus mampu menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Oleh karena itu, perubahaan ejaan sudah banyak dilakukan untuk menghindari ketinggalan dari modernisasi.


4. Kepraktisan

Kepraktisan ini melibatkan penggunaan tanda diakritik atau tanda tambahan pada huruf yang sedikit banyak mengubah nilai fonetis huruf itu.

Berdasarkan sejarah ejaan bahasa Indonesia di atas, bisa dikatakan bahwa perubahan-perubahan ejaan dilakukan karena adanya perkembangan pengetahuan, teknologi, budaya dan lainnya.




Sumber : news.detik

PT Rifan Financindo

No comments:

Post a Comment